Minggu, 28 Desember 2014

Marketing: Menjual Pengalaman

Dalam empat tulisan sebelumnya kita membahas bagaimana rencana bisnis dibuat. Banyak orang mampu membuat rencana dengan baik dan detail, namun, banyak orang yang tidak berani memulai langkah pertama. Pengusaha yang berhasil pasti mengalami jatuh.  Karena itu, kitapun harus siap menghadapinya. Persiapan yang paling aman adalah jangan menghabiskan seluruh tabungan  dalam memulai usaha, jadi bila gagal, masih ada kesempatan lain, masih ada waktu dan sumber daya untuk nmemperbaiki kesalahan.  Dan salah satu kiat untuk mencegah kegagalan, ada baiknya kita memahami tentang marketing mix, atau diterjemahkan menjadi bauran pemasaran.
Memasarkan produk, bukan sekedar menjual.  Kalau di awal-awal tulisan saya sempat mengulas tentang menghitung peluang pasar, sebenarnya itu adalah bagian dari kegiatan pemasaran.  Sebegitu luasnya pengertian pemasaran, bermula jauh sebelum kita membuat produk, bahkan sebelum kita menjalankan usaha hingga proses purna jual. Untuk mempermudah pemahaman dan memudahkan penerapannya pemasaran ini, para ahli  membagi-bagi kegiatan pemasaran tersebut minimal menjadi 4 kelompok, yaitu tentang produk, tentang harga (price), tentang tempat atau saluran distribusi (place), dan tentang promosi. Kesemuanya dalam dimulai dengan huruf “P”,  sehingga dikenal sebagai 4 P dalam pemasaran.
Kita akan bahas masalah tersebut satu persatu, namun sebelum masuk ke sana, perlu dipahami bahwa sukses sebuah usaha itu bukan  sekedar produk yang baik, harga yang murah, mudah diperoleh, dan program promosi yang tepat.  Banyak penjual makanan gagal, padahal  rasa masakannya sama dengan tempat lain. Ada warung makan di plosok yang susah dijangkau tetapi tetap dicari orang. Ada barang murah dengan kualitas memadai tapi tak laku. Lantas, apa yang menyebabkan suatu usaha berkembang dengan baik?
Pengalaman. Itulah kuncinya. Dalam transaksi pembelian, konsumen memperoleh pengalaman. Pengalaman buruk berdampak buruk, pengalaman menyenangkan akan berdampak baik. Makanan enak, harga murah, tempat mudah dijangkau, parkir mudah, tetapi, saat ingin bersantap, konsumen ini bertatap muka dengan kita, yang kebetulan sedang sakit gigi tak sedap dipandang, hilang selera makan pembeli ini. Satu pelanggan memperoleh pengalaman tak indah, berita menyebar ke seluruh dunia, lewat jejaring sosial.
Pengalaman kadang muncul dari hal-hal sederhana yang tak terpikirkan. Misalnya, entah karena kelalaian pegawai, ruang displai kita sedikit basah dan licin. Satu pelanggan datang, dan terpeleset. Berita itu menyebar begitu cepat. Awalnya, mungkin konsumen kita sekedar iseng mengunggah fotonya saat jatuh, karena kita telah meminta maaf dan sudah tak ada masalah lagi, namun, berita akan terreduksi pada setiap turunannya. Dan cerita yang paling seru , yang bisa menyebar “salah paham dengan konsumen, pemilik toko aniaya pembeli..”
Pengalaman, bisa berasal dari mana saja, bukan saja saat transaksi pembelian, bisa juga setelah pembelian, bisa juga hanya dari cerita orang.  Pengalaman bisa berasal dari produk secara fisik itu sendiri misalnya produk cacat. Pengalaman juga bisa berasal dari program promosi, misalnya, saat konsumen akan bertransaksi setelah membaca iklan kita, ternyata ada catatan kecil pada iklan yang dibuat tak mencolok, tak terbaca oleh konsumen, yang menjadi syarat berlakunya program promosi. Ini tentu saja mengecewakan pembeli.
Pengalaman konsumen  menjadi penting bagi pengusaha, karena itu, pengusaha harus memberikan pengalaman yang  “luar biasa” untuk dirasakan pembeli, sehingga mereka bersedia melakukan pembelian ulang, bahkan bersedia  “menjadi tenaga penjual sukarela”.  Dalam konteks itulah, maka kita akan membahas 4 P dalam pemasaran pada tulisan minggu depan. Tetaplah bersama kami UKM Center Bank BPD DIY.
(dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat, Senin, 29 Desember 2014)
 

Minggu, 21 Desember 2014

Menghitung Kelayakan Usaha

Sampai pada bagian ke empat ini, kita hanya bicara rencana.  Bagian terakhir dari rencana bisnis adalah menyimpulkan apakah suatu usaha layak untuk dimulai atau tidak. Jangan memaksakan kehendak bila dari hasil penghitungan ternyata suatu bisnis yang diangan-angankan  tidak layak untuk dilakukan.

Langkah awal menghitung kelayakan usaha adalah membuat perkiraan laba dalam suatu periode usaha. Kita bisa menggunakan periode satu bulan, tiga bulanan, atau yang paling sering dipakai adalaha satu tahun, tapi jangan lebih dari satu tahun. Laba adalah hasil penjualan dikurangi biaya. Buat saja dengan sederhana. Menghitung hasil penjualan rasanya tak perlu dijelaskan di sini, semua orang sudah bisa menghitungnya. Sekedar catatan, penjualan setahun diperoleh dari pengkalian penjualan sebulan dengan 12 bulan, sedangkan penjualan sebulan diperoleh dari pengkalian  penjualan sehari dengan 25 hari, kecuali kita buka setiap hari, maka angka pengalinya bisa dengan 30 hari. Berikutnya fokus kita adalah menghitung biaya yang harus dibebankan pada hasil penjualan tersebut.

Untuk mudahnya, kita pakai saja angka kebutuhan bahan baku yang dikeluarkan dalam suatu periode  bisnis sebagai biaya. Misalnya warung makan, biaya yang kita keluarkan adalah pembelian bahan kita. Tapi, untuk bahan baku yang pembeliannya dalam jumlah besar,  misalnya beras, kita membelinya 100 kg sedangkan dalam sehari kita hanya menggunakan 10 kg, maka hitungan biaya untuk beras dibuat proporsional, 10 kg / 100 kg x harga beli.

Bagaimana dengan daftar investasi, apakah dibebankan seluruhnya? Tidak.  Kita harus membuat perkiraan berapa lama peralatan tersebut bisa dipakai. Dari berbagai praktek bisnis, kebanyakan peralatan hanya bisa dipakai optimal dalam waktu 4 tahun, jadi biaya untuk satu tahun kita buat proporsional juga. Bila sebuah kompor kita beli seharga 1 juta rupiah, maka biaya yang kita bebankan selama satu tahun untuk kompor ini adalah 250 ribu rupiah.  Alokasi biaya ini sering disebut sebagai penyusutan, dan pencatatannya di laporan laba/rugi dinamakan beban penyusutan. Bagaimana dengan bangunan dan tanah?  Untuk bangunan permanen, biasanya diakui selama 20 tahun, sedangkan untuk tanah yang dibeli tidak perlu dihitung bebannya. Bila kita gunakan ruang sewa yang dibayar sekaligus beberapa tahun, perlakuannya sama seperti membeli peralatan, biaya sewa itu dihitung proporsional untuk satu tahun.

Biaya berikutnya yang harus kita perhitungkan adalah biaya operasional dan tenaga kerja. Bila laporan laba/rugi itu kita buat tahunan, semua biaya operasional kita hitung dalam setahun.  Yang sering dilupakan adalah biaya tenaga kerja untuk kita sendiri.  Agar usaha dapat berjalan dengan baik, sejak awal perencanaannya kita sudah memisahkan peran kita sebagai pemilik dan peran sebagai pekerja.  Dengan demikian, kita bisa merencanakan  penghasilan dan pola hidup sesuai dengan gaji yang kita terima.

Seluruh biaya itu kita jumlahkan dan hasil akhirnya kita gunakan sebagai pengurang hasil penjualan. Itulah yang disebut sebagai laba usaha.  Bagaimana kita mengatakan usaha itu layak atau tidak? Ada banyak teori manajemen keuangan untuk itu, tapi kita pakai perkiraan yang sederhana saja.  Bagi angka laba tersebut dengan total nilai investasi yang telah kita hitung di depan, sajikan dalam bentuk persentase. Bila hasilnya lebih lebih kurang sama dengan bunga deposito, anggap saja  usaha itu tidak layak. Mengapa? Karena,  kita telah susah payah bekerja dan menanggung risiko kerugian, namun hasilnya sama bahkan bisa jadi lebih kecil dari pada bila uang itu disimpan di bank.  Tapi jangan lupa, kadang memang kondisi itu terjadi untuk awal-awal tahun usaha. Bisa jadi, untuk tahun-tahun berikutnya, usaha itu akan berkembang dan mulai menghasilkan pendapatan yang cukup layak. Dalam hal ini, kita harus hati-hati membuat keputusan bisnis, tidak hanya pada kepentingan jangka pendek, tetapi juga berpikir jauh ke depan.
(dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat, Senin, 22 Desember 2014)

Jumat, 19 Desember 2014

Kebutuhan Investasi dan Sumber Permodalan

Kebutuhan Investasi dan Sumber Permodalan

Kita memasuki bagian ketiga dari seri tulisan pengembangan UMKM. Pada bagian ini, kita akan membahas bagaimana menghitung kebutuhan modal untuk memulai bisnis.
Simpan dulu catatan kita tentang potensi pasar yang dibahas sebelum ini, sekarang mari memulai lembaran kertas baru, berisi rencana kebutuhan investasi dan sumber modalnya. Nanti setelah kebutuhan investasi dan sumber modalnya kita peroleh, kita gabungkan dengan potensi pasar, itulah yang disebut sebagai studi kelayakan bisnis. Kita akan membahas studi kelayakan pada bagian ke empat.
Untuk memudahkan, kita bedakan kebutuhan modal itu menjadi dua kelompok. Kelompok pertama berupa peralatan untuk produksi. Kalau warung makan, itu berarti lahan dan bangunan tempat berjualan dan tempat memasak makanan, peralatan dapur terdiri dari kompor dan lain sebagainya.  Semua peralatan yang bisa digunakan berulang dan tidak menjadi bagian dari makanan yang dijual, itulah yang dinamakan peralatan produksi  yang kita hitung sebagai kebutuhan investasi.  Buat dalam bentuk tabel,jenis peralatan yang diperlukan, berapa jumlahnya, berapa harganya per unit alat, siapa pemasoknya, dan kolom terakhir total biaya yang dikeluarkan untuk masing-masing peralatan tersebut. Jumlahkan kolom terakhir tersebut, menjadi satu nilai kebutuhan investasi.
Kelompok kedua adalah bahan-bahan produksi.  Bahan produksi adalah semua bahan baku yang akan diubah menjadi barang untuk dijual. Bila itu sebuah warung makan, bahan bakunya adalah beras, sayuran mentah, daging, ikan, minyak, bumbu-bumbu dan lain-lain. Kebutuhan bahan baku ini dihitung untuk selama satu putaran bisnis. Misalnya untuk sebuah warung makan, putaran bisnisnya hanya satu hari, karena belanja bahan baku hari ini, akan terjual atau menjadi uang kembali esok harinya.  Bagi usaha pengolahan, misalnya industri kerajinan, menghitung kebutuhan bahan bakunya sedikit lebih rumit, karena barang hasil produksi tidak bisa langsung terjual.  Karenanya, kita pakai saja waktu perkiraan, misalnya perputaran bisnisnya satu bulan, sehingga kebutuhan bahan bakunya untuk satu bulan. 
Angka kebutuhan bahan baku didapat dari hitungan potensi pasar. Dari potensi pasar, kita perkirakan, seberapa banyak yang akan kita penuhi. Misalnya untuk menjual menu sarapan, makan siang, dan makan malam bagi katakanlah 100 orang pegawai suatu pabrik,  maka kita bisa hitung berapa banyak beras yang  harus dimasak dalam satu hari, berapa potong lauk untuk daging sehingga kita tahu berapa kilogram daging yang harus dibeli, begitua seterusnya untuk bahan lainnya.  Buat daftar dalam bentuk tabel dengan kolom-kolom seperti menghitung kebutuhan investasi. Dari situ, kita akan dapatkan perkiraan kebutuhan bahan baku. Inilah yang sering disebut dengan kebutuhan modal kerja. Tambahkan biaya tenaga kerja dan biaya operasional lain, seperti transportasi dan komunikasi, bahan bakar, listrik untuk satu periode yang sama.
Sampai di sini, kita telah menghitung kebutuhan investasi awal.  Sekarang kita harus menghitung ketersediaan dana yang dimiliki. Bila dana kita tidak mencukupi, terdapat beberapa alternatif yang bisa ditempuh, mengurangi skala investasi sepanjang tidak mengganggu proses produksi, mengurangi volume produksi, atau mencari fasilitas pendanaan dari dari luar. Sumber dana dari luar misalnya pemasok. Beberapa pemasok bisa memberi kredit  non tunai, artinya, kita diberi kesempatan untuk membeli bahan baku dan membayarnya setelah produk terjual atau setelah waktu tertentu yang diperjanjikan. Namun, ini memiliki konsekuensi  kita kehilangan potongan harga.

[dimuat di Kolom Pengembangan UMKM, Harian Kedaulatan Rakyat, 15 Desember 2014, kerja sama Bank BPD DIY dengan Harian Kedaulatan Rakyat]

Menyusun Rencana Bisnis


Membuat rencana sangat penting dalam memulai usaha. Kita akan membedakan dua macam rencana bisnis.   Pertama adalah rencana persiapan sebelum bisnis dimulai.  Langkah paling awal adalah mengetahui apakah “produk” yang kita hasilkan akan terjual atau tidak,  dengan harga berapa,  dan terjual seberapa banyak. Bila hitung-hitungannya bagus, kita lanjutkan dengan merencanakan apa saja yang harus disiapkan untuk memulai, misalnya investasi tempat, peralatan, tenaga kerja, dan lain-lainnya. Ini semua kita hitung dengan cermat untuk mendapatkan perkiraan kebutuhan modal memulai usaha. Rencana bisnis kedua adalah membuat rencana operasional, berapa banyak harus diproduksi, berapa harga jual, berapa perkiraan pendapatan, berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan, sehingga kita bisa membuat perkiraan laba secara harian, mingguan, atau bulanan atau tahunan.
Paling awal adalah kita membuat daftar pekerjaan. Ini sebuah daftar yang berisi kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk  menjalankan usaha.  Buat catatan terdiri dari 4 kolom. Kolom pertama urutan kegiatan, kolom kedua untuk nama kegiatan, kolom ketiga waktu pelaksanaan, kolom ke empat untuk memberi tanda apakah pekerjaan sudah selesai atau belum, dan kita bisa menambah satu kolom untuk memberi catatan penting atas kegiatan tersebut, misalnya sesuatu yang  belum selesai, sebabnya apa, adakah dampaknya bagi rencana usaha kita.
Daftar kegiatan ini  minimal memuat hal-hal  sebagai berikut: memahami potensi pasar,  memahami  saluran distribusi dan pasar, memahami proses produksi, menghitung kebutuhan investasi dan sumber-sumber pembiayaan, memahami pihak-pihak yang memasok peralatan kerja, bahan baku,  dan bahan poduksi lain, memahami kebutuhan dan sumber tenaga kerja, dan memahami proses perizinan. 

Potensi pasar sangat penting, dan kita harus sangat paham, seberapa besar pasar yang ada. Misalnya, warung  makan di daerah mahasiswa pasti memiliki  potensi pasar yang besar, tetapi, bagaimana dengan harga, bagaimana dengan jumlah warung yang sudah ada?  Untuk usaha yang sederhana, tak perlu terlalu risau dengan cara menghitung potensi pasar, banyak cara sederhana dan hasilnya cukup baik. Misalnya, warung makan, potensinya besar untuk daerah yang banyak pondokan mahasiswa atau daerah industri yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Datangi tempat itu pada saat jam makan, pagi, siang, maupun malam hari. Lihat berapa banyak orang yang ke tempat makan untuk beli sarapan, perhatikan apakah terjadi antrian atau tidak. Lamanya waktu antrian untuk membeli makanan, merupakan indikator potensi yang cukup baik.  Mencari informasi bisa dilakukan sambil bersilaturahmi dengan sesepuh kampung, mungkin pengurus RT/RW setempat. Bercakap tentang jumlah pekerja, jumlah pondokan, jumlah warung yang ada, bisa memberi informasi potensi pasar.

Keterbatasan ruang tak memungkinkan kita untuk membahas seluruh detail daftar di atas. Bila memerlukan penjelasan lebih jauh silahkan ajukan pertanyaan ke alamat email kami, ukmcenter@bpddiy.co.id.  Kami juga akan menyelenggarakan berbagai pelatihan yang bisa diikuti para pelaku UMKM. Untuk informasi lanjutan, simak terus kolom ini, dan bersama Bank BPD DIY, “Kita Berkembang Bersama”.
[dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat 8 Desember 2014]

Menjadi Pengusaha, Siapa Takut?


Bagaimana menjadi pengusaha yang berhasil? Bagaimana memulai usaha? Pertanyaan ini kerap muncul, dan selalu  ada keraguan untuk memulai. UKMCenter Bank BPD DIY bekerja sama dengan Harian Kedaulatan Rakyat, akan menyajikan kiat sukses memulai usaha dengan langkah-langkah mudah. Bagian awal ini, kita akan mulai dengan tiga langkah pertama.

Satu, Kenali Diri Sendiri
Pekerjaan yang paling menyenangkan bagi kita tergantung pada minat kita sendiri. Kebanyakan pengusaha yang sukses bermula dari hobi.  Mengenali diri sendiri, artinya memahami kekuatan dan kelemahan yang kita miliki. Kalau kita punya kemampuan memasak yang baik, itulah kekuatan yang kita miliki.  Kekuatan adalah sesuatu yang ada dalam diri kita yang akan memberikan pengaruh positif dalam menjalan usaha tersebut. Sebaliknya, kelemahan, adalah sesuatu di dalam diri kita yang akan berpengaruh negatif dalam menjalankan usaha.
Tuliskan kekuatan pada selembar kertas, dan tulis kelemahan pada lembar lainnya. Kekuatan-kekuatan itu, nantinya akan kita pakai untuk menyusun stretagi usaha, sedangkan kelemahan-kelemahan itu, akan kita gunakan sebagai upaya perbaikan yang harus dilakukan.

Dua, Kenali Lingkungan
Mengenali lingkunan bertujuan untuk melihat peluang dan ancaman. Kalau kekuatan dan kelemahan berasal dari dalam diri, peluang dan ancaman berasal dari luar. Ancaman bisa datang dari pesaing, bisa dari perubahan cara manusia menjalani hidup, peraturan, dan lain-lain. Peluang  juga bisa berasal dari hal yang sama.  Tahun 1990an, saluran telepon hanya sedikit, muncul peluang usaha warung telekomunikasi, kemudian dengan menjamurnya perangkat  telepon mobile, bisnis warung  telekomunikasi susut.
Yang perlu dicermati, peluang itu kadang semu. Kasus tanaman “gelombang cinta” di awal tahun 2000an, seolah peluang yang sangat menguntungkan, ternyata hanya semu, karena peluang itu muncul dari aktivitas spekulasi.

Tiga, Kenali Masa Depan
Mengenal masa depan menjadi penting agar bisa mengukur berapa lama suatu siklus bisnis bisa berjalan.  Usaha yang berkaitan dengan teknologi informasi biasanya memiliki rentang waktu yang pendek. Usaha makanan tak mengenal waktu, karena manusia sejak dalam kandungan sudah memerlukan makanan, demikian juga dengan pakaian dan perumahan.  Peluang bisnis yang sifatnya spekulasi, ditandai dengan ketidakwajaran perkembangan harga dan laba, biasanya berlangsung singkat.
Masa depan bisa berubah sewaktu-waktu. Perubahan peraturan, mengubah peluang bisnis.  Bagi pemula, lebih baik melakukan usaha  yang relatif stabil, meskipun untungnya tidak begitu banyak.

[perna dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat, 1 Desember 2014, kolom pengembangan UMKM, kerja sama Bank BPD DIY dengan Harian Kedaulatan Rakyat]